Sabtu, 16 April 2016

Reklamasi Teluk Jakarta, Perlukah?

Foto udara suasana proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta, Minggu (28/2).
JAKARTA - Koordinator Institute Hijau Indonesia Chalid Muhammad mengatakan, ada empat kecacatan prosedur dalam pelaksanaan proyek reklamasi di teluk Jakarta. Terutama reklamasi 17 pulau di pantai utara Jakarta itu cacat hukum karena menabrak banyak aturan.
“Banyak aturan yang ditabrak oleh Ahok, mulai dari Keppres Nomor 52 Tahun 1995, khususnya Pasal 9 tentang Hak Kelola. Itu harusnya mutlak ada pada Pemda DKI bukan Agung Podomoro, Sedayu dan grup-grup lain,” ujar Chalid saat berbincang dengan Okezone, Sabtu (16/4/2016)
Selain itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur bahwa kawasan perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi – Puncak Cianjur (Jabodetabek-Punjur), termasuk Kepulauan Seribu, masuk ke dalam Kawasan Strategis Nasional yang dikelola pemerintah pusat.
Kedua, proyek reklamasi dinilai cacat ekologi, sebab diperkirakan akan membahayakan ekosistem pantai utara Jakarta. Kata Chalid, Pemprov DKI belum cukup baik dalam menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sehingga proyek tersebut tak layak dilanjutkan.
Ketiga, cacat sosial. Jika dilihat dari dampak sosial terhadap masyarakat, proyek reklamasi akan berdampak pada kelangsungan hidup 20 ribu nelayan, serta 12 juta warga Jakarta yang terancam tak bisa menikmati pantai secara gratis akibat privatisasi pantai utara Jakarta.
“Padahal, MK sudah menyatakan bahwa privatisasi dilarang, sehingga pasal yang membolehkan privatisasi di UU Pesisir dan Kelautan itu dibatalkan oleh MK. Ini yang menurut saya cacat sosialnya, dan tidak ada konsultasi publik yang luas soal rekmalasi ini,” katanya.
Selanjutnya, proyek reklamasi telah menimbulkan praktik korupsi yang disebut KPK sebagai grand corruption, sehingga dinilai Chalid cacat secara moral. Sikap Pemprov DKI yang bersikeras melanjutkan proyek tersebut, sambung Chalid, dimanfaatkan oleh oknum anggota DPRD untuk melakukan praktik suap.
“Reklamasi ini sudah melahirkan korupsi, khususnya pembahasan perda zonasi. Kenapa terbuka peluang korupsi? Karena pemda ngotot membawa perda ini lantaran dia sudah mengeluarkan izin sebelum ada perda. Artinya dia ingin menutup kesalahannya dan ngototnya pemda dimanfaatkan oleh anggota DPRD yang tertangkap, sehingga praktik korupsinya terjadi,” katanya.
 Sumber

Dari artikel tersebut dijelaskan dampak buruk proyek tersebut terhadap warga Jakarta. Memang, tidak dapat dipungkiri  proyek tersebut juga ada dampak positifnya. Namun, hasilnya hanya akan dinikmati kalangan atas Sumber. Sedangkan bagi masyarakat kebawah, khususnya nelayan akan mengalami dampak buruk seperti yang dijelaskan diatas. Hal seperti inilah yang juga menjadi perhatian Mentri Perikanan dan Kelautan, Susi Pudjiastuti yang dengan lantang meminta hetikann reklamasi teluk Jakarta. Menurut anda, perlukah proyek tersebut dilanjutkan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar